Riauterkini-BANTAN- Kelompok Studi Lingkungan dan Masyarakat (Keslimasy) bersama Pemerintah Desa Bantan Tua resmi memulai rangkaian kegiatan Restorasi Ekosistem Sungai Jangkang melalui acara sosialisasi dan pembukaan yang berlangsung di Jl. Lebai Wahid, Jembatan Sungai Jangkang, Kamis (4/12/25) kemarin.
Program ini merupakan bagian dari upaya mendukung Bengkalis Lestari, sebuah kebijakan ekologis yang baru-baru ini diresmikan oleh Bupati Bengkalis. Kegiatan ini didukung oleh pendanaan dari Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Acara menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk BPD, LKMD, Karang Taruna, LAMR Bengkalis, Duta Pariwisata Riau 2023, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, Camat Bantan, BAPPEDA Bengkalis, Mapala Bestari, Mapala Laksamana, serta perwakilan Sekolah Dasar Negeri 13 di Desa Bantan Tua.
Pj. Kepala Desa Bantan Tua, Hermidayanti, secara resmi membuka kegiatan dan menyampaikan apresiasi kepada Keslimasy serta seluruh pihak yang terlibat. “Terima kasih kepada Keslimasy dan semua unsur yang hadir. Kegiatan ini menjadi kontribusi nyata Desa Bantan Tua dalam mendukung program Bengkalis Lestari yang telah diluncurkan Bupati. Restorasi sungai bukan hanya agenda ekologis, tetapi upaya menjaga martabat dan masa depan desa,” ujarnya.
Perwakilan BAPPEDA Bengkalis, Syamsul Kamadhan, turut mengapresiasi langkah kolaboratif ini. “Bengkalis Lestari membutuhkan kerja bersama. Desa Bantan Tua sudah menunjukkan contoh bagaimana kolaborasi lintas pihak bisa menggerakkan perubahan,” ungkapnya.
Unsur Kecamatan, sambutan diwakili oleh Kasi PMD Kecamatan Bantan, yang menegaskan dukungan penuh terhadap inisiatif ini. “Ini langkah awal yang sangat baik. Desa Bantan Tua bisa menjadi model bagi desa lain dalam membangun kolaborasi untuk menjaga ekosistem sungai,” katanya.
Perwakilan LAMR Bengkalis M. Alfindra menyampaikan pandangan tentang hubungan historis masyarakat Melayu dengan sungai sebagai ruang hidup dan identitas peradaban. “Masyarakat Melayu lahir dari peradaban sungai. Melestarikannya berarti menjaga marwah dan sejarah kita,” disampaikan sebelum menutup sesi dengan rangkaian pantun budaya.
Sambutan dari Keslimasy disampaikan oleh Muhammad Iskandar, yang menekankan bahwa restorasi sungai harus dimulai dari desa dan diperkuat oleh kolaborasi yang inklusif. “Terima kasih kepada Pemerintah Desa Bantan Tua dan seluruh pihak yang hadir. Keslimasy percaya bahwa pemulihan ekosistem sungai adalah investasi ekologis sekaligus sosial-ekonomi. Terima kasih juga kepada BPDLH atas dukungan pendanaannya,” jelasnya.
Pada sesi materi, Iskandar juga membawakan perspektif ekologis, sosial-ekonomi, serta kearifan lokal dalam pengelolaan hutan mangrove yang menekankan pentingnya pemulihan sungai sebagai sumber peradaban masyarakat Melayu.
Kegiatan restorasi ekosistem akan dilanjutkan melalui penanaman 8.000 bibit bakau dilanjutan oleh Kelompok Konservasi Tunas Harapan (KKTH) Desa Bantan Tua sebagai pelaksana teknis konservasi di lapangan.
Sebagai simbol dimulainya kegiatan, dilakukan dengan penanaman mangrove serentak secara simbolis oleh seluruh pemangku kepentingan dan foto bersama.
Kelompok Studi Lingkungan dan Masyarakat (Keslimasy) adalah komunitas ekologi yang berfokus pada riset, pendidikan ekologis, dan penguatan ruang kelola masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Riau.***(dik/rls)