Riauterkini - TELUKKUANTAN - Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) berharap pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi, tidak abai dengan putusan MK terkait penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2026.
"Kami tidak ingin penetapan UMK di Kuansing hanya sekedar formalitas. Putusan MK itu mengikat, bukan sekadar saran. Pemerintah wajib duduk bersama serikat pekerja sebelum mengusulkan angka upah. Kalau Pemda mengabaikan maka Pemda melanggar hukum," ujar Jon Hendri, Ketua SFPMI Kuansing, Sabtu ( 22/11/2025 ) di Telukkuantan.
Jon Hendri, menilai Pemda rawan dan mengabaikan kewajiban melibatkan serikat pekerja dalam koordinasi. Mengantisipasi itu, FSPMI jauh hari telah mengirimkan surat resmi kepada Bupati Kuansing melalui Dinas Tenaga Kerja sejak Oktober 2025.
Meskipun Pemerintah pusat menunda pengumuman UMP 2026 karena baru akan memanggil seluruh kepala daerah pekan depan. Maka katanya, kondisi ini justru makin membuka ruang koordinasi di tingkat daerah.
"Meskipun pusat menunda, proses lokal harus jalan. Serikat pekerja jangan sampai ditinggalkan. Sebab, MK sudah menegaskan bahwa perundingan upah tidak boleh dilakukan sepihak. Pemda Kuansing wajib melibatkan kami sejak awal," tegas Jon.
Ia mengingatkan bahwa segala bentuk penetapan upah tanpa proses dialog tripartit dapat dipersoalkan secara hukum serta berpotensi menimbulkan gejolak di lapangan.
Usulan UMK FSPMI: Berdasarkan Data, Bukan Sekadar Tuntutan
Melalui surat bernomor 020/FSPMI-KC-KUANSING/X/2025, FSPMI Kuansing telah mengajukan rekomendasi resmi kenaikan UMK 2026. Usulan tersebut mengacu pada PP Nomor 51 Tahun 2023 serta hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) sepanjang 2025.
Jon mengungkapkan bahwa biaya hidup pekerja meningkat tajam akibat kenaikan harga pangan, transportasi, dan pendidikan.
"Kenaikan 8 sampai 10 persen bukan angka asal. Itu angka dari hasil survei di lapangan. Pekerja di Kuansing hidup semakin berat. Kalau UMK tidak menyesuaikan, yang terdampak bukan hanya pekerja, tapi seluruh roda ekonomi daerah,” katanya.
FSPMI mengusulkan UMK 2026 berada pada kisaran Rp4 juta sampai Rp4,08 juta, berdasarkan perhitungan kenaikan upah 8,5 sampai 10,5 persen dari UMK tahun berjalan.
Jon menegaskan FSPMI tidak akan tinggal diam jika proses pembahasan UMK dilakukan tanpa transparansi atau tanpa melibatkan serikat pekerja.
“Kami tidak anti dialog, tapi kami anti keputusan sepihak. Kalau ada pembahasan UMK tanpa memanggil FSPMI, kami akan anggap itu cacat prosedur. Dan kami siap menempuh jalur hukum,” tegasnya.
Ia juga meminta Dewan Pengupahan Kabupaten bekerja secara objektif, bukan sekadar mengikuti tekanan politik atau kepentingan tertentu.
“Penetapan UMK bukan soal kepentingan penguasa. Ini menyangkut hidup pekerja dan masa depan ekonomi Kuansing. Semua pihak harus berada pada jalur yang benar,” kata Jon.
FSPMI Kuansing menegaskan sikap siap mengawal seluruh proses hingga UMK 2026 ditetapkan oleh Gubernur Riau. Serikat pekerja ini mengingatkan pemerintah bahwa aspirasi pekerja bukan pelengkap, melainkan unsur kunci dalam pembahasan pengupahan.
“Prinsipnya jelas, kami akan selalu terbuka untuk berdialog, tetapi tidak akan mundur ketika hak pekerja terancam. Putusan MK berdiri di pihak serikat pekerja, dan kami akan pastikan Pemda Kuansing menjalankannya,” tutup Jon.* (rls)