Riauterkini - RUPAT - Penangkapan tiga orang penambang pasir tradisional asal Pulau Rupat oleh Direktorat Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Riau, Senin (22/9/25) lalu memicu keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat setempat.
Ketiganya ditangkap sekitar pukul 04.00 WIB dini hari, dan pada pukul 07.00 pagi langsung dibawa ke Kantor Polairud Polda Riau di Pekanbaru.
Menurut keterangan Aliansi Masyarakat Peduli Adat (AMPAT) Kecamatan Rupat, para penambang tersebut hanyalah masyarakat kecil yang selama ini mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka menambang pasir laut menggunakan pompong berkapasitas kecil, yang hasilnya tidak dijual ke luar daerah, melainkan untuk kebutuhan lokal masyarakat Rupat.
“Pasir itu digunakan untuk membangun rumah warga, rumah ibadah, hingga kantor pemerintahan. Dari pasir ini banyak masyarakat menggantungkan hidup, mulai dari buruh harian hingga tukang bangunan,” ungkap Ketua AMPAT, Suluki Rahimi, dalam pernyataannya, usai pertemuan dengan Forkopimcam Rupat.
Namun, pasca-penangkapan tersebut, kata Suluki yang juga Ketua Ikatan Mahasiswa Pelajar Kabupaten Bengkalis (IPMKB) 2006-2008 ini, banyak masyarakat kini kehilangan mata pencaharian. Proyek pembangunan warga juga menjadi terhenti, sementara tukang bangunan tidak lagi memiliki pekerjaan.
Polairud Polda Riau beralasan penangkapan dilakukan karena kegiatan penambangan pasir tanpa izin resmi. Meski demikian, Suluki yang juga Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Rupat (HPMR) 2004-2006 ini, menilai persoalan tersebut seharusnya disikapi dengan pendekatan sosial dan kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil, bukan dengan kriminalisasi.
"Pekerjaan menambang pasir ini sudah dilakukan secara turun-temurun lebih dari puluhan tahun, bahkan mendekati seratus tahun. Ini bagian dari tradisi masyarakat pesisir Rupat yang bergantung pada alam,” tegas Suluki didampingi Sekretarisnya Johari.
Aliansi tersebut mengingatkan bahwa Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena itu, Suluki mendesak pemerintah daerah hingga provinsi segera turun tangan untuk mencari solusi keadilan.
Suluki meminta Pemerintah Kecamatan Rupat, Pemerintah Kabupaten Bengkalis, dan Pemerintah Provinsi Riau segera melakukan evaluasi kebijakan pengelolaan sumber daya alam, khususnya terkait tambang pasir tradisional. Pemerintah diminta membuat kebijakan yang mengatur dan mengembangkan pertambangan rakyat secara tepat, tanpa mematikan sumber ekonomi masyarakat.
Selain itu, Suluki juga berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum dapat membantu meringankan hukuman terhadap tiga warga Rupat yang kini ditahan di Polda Riau.
"Kami berharap persoalan ini menjadi perhatian serius semua pihak, terutama pemangku kebijakan di negeri ini. Jangan sampai masyarakat kecil yang hanya ingin bertahan hidup justru menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak,” tutup Suluki lagi ***(mok).