Riauterkini-BENGKALIS – Sejumlah pengguna kendaraan di Kabupaten Bengkalis mengeluhkan dugaan kejanggalan dalam pencatatan transaksi pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite di sejumlah SPBU. Nilai transaksi yang tercatat dalam Aplikasi MyPertamina disebut jauh lebih besar dibandingkan pembelian riil yang dilakukan di lapangan.
Salah seorang warga Bengkalis, Iwan, mengungkapkan pengalamannya saat mengisi Pertalite di SPBU Sungai Pakning ketika hendak melakukan perjalanan menuju Pekanbaru, Sabtu lalu.
“Waktu itu saya mengisi Pertalite sebesar Rp220.000, tapi di aplikasi MyPertamina justru tercatat Rp300.000,” ujar Iwan kepada wartawan, Rabu (17/12/25).
Keanehan serupa kembali dialaminya dua hari kemudian saat singgah di SPBU yang sama dalam perjalanan pulang dari Pekanbaru menuju Bengkalis. Karena kondisi tangki masih terisi sekitar separuh, ia hanya melakukan pengisian BBM senilai Rp150 ribu.
“Namun di MyPertamina malah tercatat transaksi Rp350 ribu. Jelas ini tidak masuk akal. Mobil saya kecil, dan BBM di tangki masih setengah,” ungkapnya.
Meski merasa dirugikan, Iwan mengaku tidak ingin mempermasalahkan kejadian tersebut secara pribadi. Namun ia berharap tidak ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan sistem digital penyaluran BBM bersubsidi untuk keuntungan pribadi.
“Saya tidak mempermasalahkan secara pribadi, tapi jangan sampai ada oknum yang bermain. Ini BBM subsidi dari pemerintah, harusnya diawasi dengan ketat,” tegasnya.
Keluhan serupa juga disampaikan Irvan, seorang pengemudi mobil di Bengkalis. Ia mengaku pernah mengalami perbedaan signifikan antara nilai pembelian BBM Pertalite dengan catatan transaksi di aplikasi MyPertamina.
“Saya pernah isi Pertalite Rp200 ribu di salah satu SPBU di Bengkalis, tapi di aplikasi tercatat sampai Rp800 ribu. Ini jelas janggal,” ujar pengemudi Mobilio berwarna silver tersebut.
Menurut Irvan, kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar terkait akurasi dan transparansi sistem digital MyPertamina yang sejatinya dirancang sebagai instrumen pengawasan distribusi BBM subsidi agar tepat sasaran.
Ia juga menyoroti absennya bukti transaksi fisik yang diterima konsumen saat pengisian BBM.
“Seharusnya konsumen menerima struk transaksi. Faktanya, petugas hanya memindai barcode dan mencatat manual, tanpa memberikan bukti apa pun kepada pembeli,” pungkasnya.
Kondisi ini memicu kekhawatiran masyarakat akan potensi penyalahgunaan sistem dalam penyaluran BBM bersubsidi. Warga berharap pihak terkait, baik pengelola SPBU maupun PT. Pertamina, segera melakukan evaluasi menyeluruh serta memastikan sistem MyPertamina berjalan transparan, akuntabel, dan tidak merugikan konsumen.***(dik)