Riauterkini-PEKANBARU-Vincent Limvinci melalui kuasa hukumnya, dengan tegas menolak seluruh narasi, opini, dan tuduhan terkait "manipulasi", "paksaan," serta "kriminalisasi" yang disampaikan oleh AA melalui kuasa hukumnya sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah SHM No.35. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, AA diseret ke pengadilan dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Berikut bantahan resmi yang diterima redaksi riauterkini.com, Jumat (21/11/2025). Dikatakan
Surya Adinata, SH, Mkn selaku kuasa hukum Vincent, klaim-klaim tersebut dinilai sebagai upaya untuk mengaburkan fakta hukum yang sah dan sempurna dengan tujuan menyesatkan publik;
I. Kekuatan Bukti Hukum Mengalahkan Opini.
1. Bantahan ini didasarkan pada prinsip hukum yang menyatakan bahwa Pengadilan mengadili bukti, bukan opini. Narasi AA dkk. terkait adanya "paksaan" dan "mafia" merupakan asumsi dan opini yang tidak memiliki kekuatan pembuktian hukum;
2. Bahwa Vincent Limvinci memiliki bukti kepemilikan yang sah dan lengkap, meliputi:
- Akta Jual Beli (AJB) Nomor 08/2021 tertanggal 09 Juli 2021;
- Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 35 Tahun 2007 yang telah terdaftar secara resmi atas nama Vincent Limvinci;
3. Bahwa dokumen otentik ini secara hukum membatalkan segala klaim kronologis sepihak yang diajukan oleh pihak AA. Tuduhan pemaksaan, pemalsuan, dan penggelapan dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) adalah tidak benar dan bertentangan dengan fakta hukum. Proses pembuatan AJB telah mengikuti prosedur ketat di hadapan Notaris/PPAT;
II. Bantahan Atas Klaim "korban Penipuan dan Tidak adanya Pembayaran".
1. Bahwa Fajardah dan suami telah melengkapi seluruh dokumen wajib yang dipersyaratkan oleh PPAT, termasuk KTP, Kartu Keluarga, dan Buku Nikah, serta dokumen pembayaran pajak/lainnya. Kelengkapan ini membuktikan bahwa mereka bertindak sebagai subjek hukum yang sadar dan cakap hukum;
2. Bahwa tuduhan pemaksaan, penipuan dan penggelapan tersebut tidak memiliki dasar hukum karena Fajardah dan suaminya secara fisik menandatangani Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Keberadaan foto penandatanganan AJB dari Notaris/PPAT merupakan bukti kuat bahwa proses transaksi dilaksanakan secara transparan dan sukarela, yang secara efektif meniadakan klaim "tidak mengetahui isi" atau "di bawah tekanan";
3. Bahwa Akta Jual Beli (AJB) yang otentik secara tegas menyatakan bahwa Penjual (Fajardah, dkk) telah menerima pembayaran penuh dari Pembeli (Vincent Limvinci). Oleh karena itu, klaim "tidak ada pembayaran" yang disampaikan oleh pihak Asri Auzar bertentangan dengan pengakuan yang tercantum dalam akta otentik tersebut;
III. Pengakuan Tidak Langsung atas Kepemilikan Sah.
Dalam keterangan di media melalui kuasa hukumnya, AA bertindak seolah-olah memiliki hak atas Sertifikat Hak Milik (SHM) yang telah beralih kepemilikan kepada bapak Vincent Limvinci, dengan menawarkan sejumlah Rp3 miliar. Penawaran ini pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk "membeli kembali" SHM tersebut dari bapak Vincent Limvinci. Konsep "membeli kembali" SHM tersebut menjadi bukti kuat pengakuan AA terhadap kepemilikan sah bapak Vincent Limvinci atas SHM tersebut;
IV. Konsekuensi Hukum Tindakan Vincent Limvinci
1. Bahwa tindakan Bapak Vincent Limvinci pasca-pembelian merupakan konsekuensi logis dari status kepemilikan yang sah. Setelah Sertifikat Hak Milik (SHM) dialihkan atas nama Bapak Vincent Limvinci dari Ibu Fajardah pada tanggal 13 Juli 2021 berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) yang sah, Bapak Vincent Limvinci berstatus sebagai pemilik sah dan memiliki hak penuh atas objek tersebut;
2. Bahwa tindakan bapak Vincent Limvinci untuk mengagunkan Sertifikat Hak Milik (SHM) tersebut kepada Bank Mandiri Kisaran, setelah melalui proses survei lapangan oleh Bank Mandiri, merupakan tindakan hukum yang sah yang dilakukan oleh pemilik yang berhak untuk kepentingan pribadinya. Pemasangan hak tanggungan oleh bapak Vincent Limvinci adalah hak legal yang melekat pada kepemilikan sertifikat tersebut;
3. Bahwa sebagai pemilik yang sah, bapak Vincent Limvinci memiliki hak penuh atas segala manfaat properti, termasuk uang sewa ruko. Tindakan AA yang terus memungut uang sewa dan menolak menyerahkannya kepada pemilik yang sah secara hukum merupakan penggelapan hak milik, yang menjadi dasar laporan pidana terhadap AA;
V. Kredibilitas dan Jangka Waktu Tuntutan dan Motivasi (Indikasi Itikad Tidak Baik)
1. Bahwa Ibu Fajardah dan suaminya merupakan pihak yang cakap secara hukum, dan kehadiran serta tanda tangan mereka di hadapan Notaris/PPAT membuktikan adanya persetujuan kehendak untuk menjual. Apabila mereka merasa tertekan atau tertipu, mereka memiliki hak untuk melaporkan hal tersebut pada saat itu juga;
2. Bahwa penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) dilaksanakan pada tanggal 09 Juli 2021. Namun, pelaporan polisi serta gugatan-gugatan oleh pihak AA, dkk baru diajukan setelah dua tahun kemudian, tepatnya mulai tanggal 09 Januari 2023. Jeda waktu yang signifkan ini mengindikasikan adanya motivasi yang kurang baik dan merupakan tindakan reaktif, bukan didasarkan pada kerugian mendesak akibat paksaan pada saat kejadian. Tindakan reaktif dengan jeda waktu yang lama ini menegaskan klaim yang tidak beritikad baik (kwade trouw) dan patut dipertanyakan;
3. Bahwa fakta hukum lainnya adalah laporan polisi yang diajukan oleh AA pada tanggal 9 Januari 2023 terkait tuduhan tersebut telah dihentikan penyidikannya (SP3) oleh Polda Riau jauh sebelum gugatan perdata pertama diajukan oleh AA (20 Juli 2023) dan gugatan kedua (9 Agustus 2024). Keputusan SP3 dari Polda Riau membuktikan bahwa unsur tindak pidana (pemalsuan, penggelapan) dan klaim lainnya tidak terbukti;
VI. Posisi Hukum Kasus Pidana Penggelapan
1. Bahwa justru terhadap Laporan Polisi yang diajukan oleh bapak Vincent Limvinci terhadap AA, penyidik Polresta Pekanbaru telah menemukan bahwa unsur tindak pidana telah terpenuhi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sependapat dengan hasil penyidikan dari Polresta Pekanbaru;
2. Bahwa berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P21) oleh JPU pada tanggal 11 November 2025, dan AA telah disidangkan dan didakwa melanggar Pasal 372 KUHPidana tentang Penggelapan serta Pasal 385 Ayat (1) KUHPidana tentang Penyerobotan Hak atas Tanah di Pengadilan Negeri Pekanbaru;
3. Sangat disayangkan bahwa sebagai warga negara yang baik, seharusnya Bapak AA mentaati dan menghormati proses hukum, bukan malah membangun opini untuk menjustifikasi dugaan tindak pidana yang dilakukannya;
VII. Litigasi gugatan berulang-ulang
1. Bahwa perlu diketahui, gugatan terbaru dengan register perkara No.249/Pdt.G/2025/PN.Pbr tertanggal 21 Juli 2025 merupakan gugatan ketiga yang diajukan atas objek dan dasar peristiwa yang sama. Dua gugatan sebelumnya telah diputus dan dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard / NO), yaitu:
- Putusan gugatan pertama, dengan register perkara No.151/Pdt.G/2023/PN Pbr tertanggal 07 Maret 2024, yang telah dikuatkan oleh Putusan Banding dengan nomor register No.58/PDT/2024/PT PBR tertanggal 21 Mei 2024.
- Putusan gugatan kedua, dengan register perkara No.277/Pdt.G/2024/PN Pbr tertanggal 24 April 2025, yang telah dikuatkan oleh Putusan Banding dengan register perkara No.80/PDT/2025/PT PBR tertanggal 26 Juni 2025;
2. Bahwa Pengulangan gugatan ketiga tersebut mengindikasikan pengulangan argumen ataupun dalil-dalil yang sebelumnya telah menyebabkan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard/NO) dalam Putusan Banding dengan nomor perkara 58/PDT/2024/PT PBR tertanggal 21 Mei 2024 (halaman 17 s/d 20 Putusan No.58/PDT/2024/PT PBR);
Pelease pers itu ditandatangani oleh Kuasa Hukum Vincent Limvinci Surya Adinata, SH Mkn.***(red)