Riauterkini - PEKANBARU - Anggota DPRD Provinsi Riau, Indra Gunawan Eet, menolak rencana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) terkait defisit anggaran sebesar Rp1,7 triliun sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas APBD Riau Tahun Anggaran 2024.
Politisi Partai Golkar itu menilai, defisit anggaran bukanlah hal baru dan tidak hanya terjadi di Riau. Menurutnya, defisit juga dialami berbagai daerah secara nasional, termasuk di Riau pada tahun-tahun sebelumnya.
“Tahun 2023 kita juga mengalami defisit. Tapi saat itu, berkat koordinasi Sekda dan Forkopimda, kondisi tersebut bisa ditangani,” ujar Eet kepada awak media, Senin (7/7/25).
Lebih lanjut, ia menilai kondisi defisit pada 2024 memiliki dinamika berbeda karena adanya pergantian kepemimpinan sebanyak empat kali dalam satu tahun. Dimulai dari Gubernur Syamsuar, lalu digantikan oleh Wakil Gubernur Edi Natar Nasution, kemudian Penjabat (Pj) Gubernur SF Hariyanto, dan terakhir Pj Gubernur Rahman Hadi.
“Empat pemimpin ini tentu punya gaya dan kebijakan berbeda-beda. Ini berdampak pada postur anggaran kita,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa struktur pendapatan APBD Riau sangat bergantung pada Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. Pada 2024, target DBH Migas sebesar Rp1,6 triliun, namun yang terealisasi hanya Rp200 miliar.
“Pemerintah pusat tampaknya sudah punya skenario tersendiri. Ini berdampak pada banyak daerah, termasuk Riau, dan menyebabkan defisit,” terangnya.
Terkait wacana pembentukan Pansus, Eet justru mempertanyakan motif di baliknya. Ia menuding bahwa rencana tersebut bisa jadi bermuatan politis, khususnya terhadap SF Hariyanto.
“Ada apa ini? Apakah karena beliau disebut-sebut bakal maju jadi Ketua Golkar? Ini patut jadi catatan. Kita semua tahu betul bagaimana proses APBD itu berjalan,” tegasnya.
Eet menilai, DPRD dan Pemprov seharusnya fokus mencari solusi, bukan saling menyalahkan. Ia menyarankan sinergi dan komunikasi yang baik antar lembaga untuk mengatasi defisit yang terjadi.
“Kalau memang mau kerja, mari kita cari solusi bersama. Tidak perlu Pansus, untuk apa? Saya pribadi menolak pembentukan Pansus. Fokus kita adalah menyelamatkan keuangan daerah,” tutupnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus menyampaikan desakan ke DPRD Riau untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menyelidiki Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI yang menyoroti defisit anggaran fantastis bernilai Rp1,7 triliun.
Aksi protes disampaikan dengan mengirimkan deretan papan bunga di depan Gedung DPRD Riau yang bertuliskan usut defisit anggaran. Bukan sebagai simbol ucapan selamat, melainkan sebagai bentuk perlawanan mewakili keresahan rakyat Riau atas hilangnya uang daerah.
Ketua GMNI Riau, Teguh, menegaskan defisit bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan luka besar bagi rakyat. "Setiap rupiah di kas daerah adalah hasil keringat masyarakat. Kita pantas bertanya ke mana perginya uang sebesar itu?" ujarnya.***(mok)