Riauterkini-PELALAWAN – Masyarakat adat Anak Betino Suku Lubuk, Desa Betung, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, menanggapi klarifikasi yang disampaikan PT Surya Bratasena Plantation (SBP) terkait dugaan perusakan kawasan hutan adat Kepungan Sialang Mudo.
Hal itu disampaikan Ketua Anak Betino Suku Lubuk, Tila, kepada Riauterkini.com, Jumat (24/10/2025).
Menurut Tila, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit itu telah menyerobot serta merusak kawasan hutan adat dan daerah sempadan aliran Sungai Awang Tigo Luluk Hitam yang terletak di Desa Betung, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan.
“Kami mengecam keras tindakan perusahaan yang telah sengaja membabat dan merusak hutan kepungan Sialang Mudo. Terlebih lagi, kondisi sempadan Sungai Awang Tigo Luluk Hitam kini sangat memprihatinkan,” ujarnya.
Tila menjelaskan, peristiwa tersebut diketahui pada Selasa, 17 Desember 2024, sekitar pukul 15.38 WIB. Saat itu, dirinya bersama rombongan Anak Betino Suku Lubuk mendatangi lokasi di Blok FG 04, areal Hak Guna Usaha (HGU) PT Surya Bratasena Plantation.
“Di lokasi kami menemukan satu unit ekskavator merek Komatsu yang sedang beroperasi dan diduga tengah membabat hutan Kepungan Sialang Mudo milik masyarakat adat,” katanya.
Menurut Tila, hutan Kepungan Sialang Mudo merupakan warisan leluhur yang selama ini dijaga turun-temurun. Sungai Awang Tigo Luluk Hitam juga dahulu menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat karena banyak terdapat ikan seperti tapah, baung, dan selais.
“Namun kini, setelah sempadan sungai itu dijadikan kebun sawit oleh perusahaan, ikan-ikan tersebut sudah punah,” ujar Tila.
Ia menilai tindakan PT SBP merupakan bentuk kejahatan lingkungan sekaligus pelanggaran terhadap hak wilayah hutan adat milik Anak Betino Suku Lubuk di Desa Betung.
Tila menambahkan, pihaknya telah melayangkan surat keberatan kepada perusahaan melalui Kepala Desa Betung pada 17 Juli 2025. Selain itu, mereka juga mengirimkan permohonan mediasi tertulis kepada Kapolsek Pangkalan Kuras, namun belum mendapat tanggapan.
“Terakhir kami juga mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke Komisi III DPRD Kabupaten Pelalawan, dan alhamdulillah mendapat respon positif dari para anggota dewan,” katanya.
Menanggapi klarifikasi PT SBP yang sebelumnya diberitakan sejumlah media, Tila menilai pernyataan perusahaan tersebut tidak sesuai fakta.
“Kami menilai klarifikasi PT SBP pengecut dan memutarbalikkan fakta. Mereka sudah diundang Komisi III DPRD Pelalawan, tapi menolak hadir. Saat anggota DPRD dan dinas terkait turun ke lapangan pun, tidak ada perwakilan perusahaan yang mendampingi,” tegasnya.
Tila menuturkan, pihaknya telah memiliki data dan bukti kuat atas dugaan perusakan hutan adat tersebut. “Kami hanya menunggu hasil rekomendasi dari Komisi III DPRD Kabupaten Pelalawan,” tutup Tila.***(ang)