Riauterkini-PEKANBARU- “Sekarang saya bisa bekerja tanpa khawatir gas habis. Jadi mau siang atau malam orderan datang, bisa dikerjakan,” kata Sugiyem, 63, seorang perempuan tangguh yang menggeluti usaha keripik pisang dan beberapa jenis makanan ringan lainnya di rumahnya di Jalan Amirudin Gang 2000, Kelurahan Pangkalankerinci Timur, Kecamatan Pangkalankerinci, Kabupaten Pelalawan, Rabu (3/09/2025).
Jelang zuhur saat itu. Ia tengah bersiap hendak ke masjid di dekat rumahnya saat kami datang. Dengan mukena putihnya, ia menyambut kedatangan kami dengan ramah.
Rumah itu sederhana saja. Ruang tamu kecil menyambut begitu pintu dibuka, lalu dipisahkan dengan gorden, di belakangnya ada lorong menuju dapur. Di lorong itu, terdapat sebuah lemari kaca tempat Sugiyem memajang makanan ringan yang ia produksi. Ada peyek, keripik pisang, keripik bawang, kacang tojin dan lainnya. Sementara di dapur, anak perempuannya sedang menyiapkan adonan keripik bawang pesanan pelanggan.
Sudah lebih dari 10 tahun Sugiyem menekuni usaha itu. Dimulai dari iseng-iseng menitipkan beberapa bungkus keripik pisang ke warung dekat rumahnya, lalu perlahan-lahan berkembang hingga ke jenis makanan ringan lainnya seperti keripik bawang, kacang tojin dan telor asin.
Semua makanan yang ia produksi (kecuali telor asin), digoreng menggunakan kompor gas. Dulu Sugiyem bisa menghabiskan dua tabung gas elpiji isi 12 kilogram setiap bulannya. Sementara saat berpindah ke tabung 3 kg, ia membelinya tiap tiga hari sekali.
Sementara itu Yusrizal, seorang suami yang tinggal di Jalan Pepaya Gang Belimbing, Kelurahan Kerinci Kota, Pangkalankerinci, menceritakan pengalamannya ditelpon istri dan harus balik ke rumah hanya karena gas habis.
“Pecah konsentrasi saya kalau sudah ditelpon itu,” katanya. Seperti ribuan ibu-ibu lainnya, istri Yusrizal adalah tipe yang tak bisa dan tak berani memasang regulator gas, sehingga setiap kali gas habis, ia harus kembali ke rumah untuk memasangnya.
“Namanya juga ibu-ibu, tak bisa memasang gas. Awaklah yang ditelepon,” katanya sambil tertawa.
Ia menjadi orang pertama di kawasan itu yang mendaftar sebagai pelanggan jaringan gas bumi untuk rumah tangga (jargas) Perusahaan Gas Negara (PGN) kira-kira setahun yang lalu. Alasannya praktis saja, dengan adanya jargas yang tinggal putar kran seperti membuka kran air, urusan gas jadi beres. Istri tak perlu telpon-telpon lagi. Suamipun bisa bekerja dengan tenang.
Sulitkah pendaftarannya? “Tidak, gampang saja. Tinggal isi formulir, bawa KTP dan tagihan listrik,” kata Yusrizal.
Sugiyem juga langsung setuju ketika pihak RT datang menyosialisasikan Program Jargas ke rumahnya dua tahun lalu.
Kini Sugiyem tak khawatir lagi gasnya habis tengah malam, saat kerja sedang diburu waktu dan pelanggan menunggu pesanannya datang.
“Kalau ada masalahpun, saya tinggal panggil teknisinya,” katanya senang.
Dari Tabung ke Pipa Bawah Tanah
Jargas merupakan program Pemerintah Indonesia untuk menyalurkan gas alam (Compressed Natural Gas (CNG)/ Liquified Natural Gas (LNG) atau disebut juga dengan gas alam cair) langsung ke rumah-rumah warga melalui jaringan pipa.
Di Riau, program ini diluncurkan pada 13 Desember 2022 silam. Pemerintah menunjuk PGN sebagai operatornya. Program ini didukung pendanaan dari APBN dengan tujuan menyediakan energi bersih, murah, dan praktis bagi masyarakat.
Pada tahap awal, ada lebih kurang 3.712 sambungan rumah (SR) yang dibangun pemerintah untuk Kelurahan Pangkalankerinci Kota dan Pangkalankerinci Timur.
Yusrizal dan Sugiyem hanya dua dari ribuan warga dua kelurahan itu yang mendaftar sejak saat pertama. Mereka setia hingga hari ini menjadi pelanggan.
Dengan adanya jargas, masalah gas yang sebelumnya dirasakan masyarakat, kini teratasi. Pelanggan tak perlu lagi pergi ke sana kemari mencari pangkalan untuk mendapatkan gas. Seperti yang dikatakan Yusrizal, “Kalau sudah ditelpon istri, berarti saya harus balik lagi ke rumah, ambil tabungnya, tenteng ke sana kemari mencari pangkalan gas, kadang harus bawa Kartu Keluarga juga.”
Selain harus bergerilya mencari pangkalan yang masih memiliki stok gas, sebagai pelanggan ia masih harus menghadapi masalah lain. Yaitu soal harga yang tidak standar. Di pangkalan gas pun, tidak jarang pedagang menjual gas di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Sementara di kedai harian, harga gas elpiji 3 kilogram lebih bervariasi lagi. Bahkan saat gas langka, harga bisa melonjak gila-gilaan.
Infrastruktur yang Mengalirkan Harapan
Gas alam yang dinikmati sebagian warga Pangkalankerinci itu, disedot dari sumur-sumur gas di daerah Langgam, Pelalawan. Gas ini kemudian dialirkan dengan pipa bertekanan tinggi ke stasiun OTS (offtake station) yang terletak di Kelurahan Pangkalankerinci Kota, Kecamatan Pangkalankerinci, untuk diturunkan tekanannya.
“Tekanan gas untuk kebutuhan industri, komersil dan rumah tangga tentu berbeda. Itulah yang kami sesuaikan di OTS,” kata Charly Simanulang selaku Area Head PGN Pekanbaru.
Setelah tekanannya diturunkan, gas disaring dan diukur pemakaiannya. Gas juga diberi aroma agar dapat cepat terdeteksi saat terjadi kebocoran.
“Pada dasarnya, gas itukan tidak berbau. Makanya di OTS ini kami injeksikan odor secara berkala. Gunanya, kalau terjadi kebocoran, maka akan cepat diketahui. Konsumen dapat segera menghubungi petugas kami untuk mengatasinya,” kata Charly lagi.

Setelah itu, dengan tekanan sedang, gas dialirkan ke pipa jaringan utama yang biasanya berada di pinggir jalan raya. Dari sini, gas masuk ke jaringan pipa-pipa sekunder di jalan lingkungan bahkan sampai ke gang-gang sempit. Kemudian gas dialirkan dengan pipa sambungan rumah (SR) yang lebih kecil, hingga sampai ke rumah Sugiyem, Yusrizal dan ribuan pelanggan jargas lainnya. Di depan rumah pelanggan, dipasang Meter Regulating System (MRS) yang berfungsi untuk menurunkan tekanan dan menghitung pemakaian gas.
Pemerintah menyediakan pipa gratis 15 meter dan satu kompor untuk setiap pelanggan jargas. Di dapur warga, pipa diberi kran yang dapat dibuka-tutup untuk mengalirkan gas. Selanjutnya, gas dapat digunakan selayaknya menggunakan gas elpiji yang sudah akrab dengan masyarakat.
Tak hanya di Pelalawan, gas alam dari sumur di Langgam ini juga dialirkan hingga ke Kota Pekanbaru dan Dumai. Di kedua kota itu, pelanggan jargas juga mulai bertambah sedikit demi sedikit.
Tantangan di Lapangan
Sepanjang dua tahunan perjalanan jargas di Pelalawan, belum ada peristiwa besar yang membuat warga takut beralih dari gas dari tabung ke gas dari pipa. Pihak PGN berusaha maksimal memberikan pelayanan dan edukasi kepada masyarakat.
Dikatakan Riza Fahri sebagai teknisi jargas Pelalawan, selain merawat dan memelihara jaringan pipa, menangani bila ada kebocoran dan mencatat meter, ia juga bertugas merespon keluhan pelanggan.
Keluhan terbanyak yang selama ini ia terima adalah gas tidak keluar maksimal. Biasanya disebabkan kompor yang sudah tua.
Riza Fahri dan seorang rekannya, bersiaga 24 jam untuk pekerjaan ini. “Kami akan segera datang dan mengatasi masalah konsumen,” katanya.
Sepengalaman Riza, selama dua tahun perjalanan jargas Pelalawan, baru sekali terjadi penghentian aliran gas ke pelanggan. Itupun hanya pelanggan yang tersambung dengan pipa terkait.
Jadi ceritanya, suatu hari dilakukan penggalian drainase oleh pihak lain. Pihak PGN sudah dihubungi dan dikoordinasikan sehingga Riza dan rekannyapun dari tim jaringan bersiaga di lokasi. Penggalian itu ternyata mengenai pipa gas PGN. Riza dan rekannya segera melakukan tindakan pengamanan sehingga gas tidak bocor ke udara.
“Gas ini kalau terhirup, kan bisa berbahaya bagi kesehatan. Juga dapat menyebabkan ledakan. Makanya kami segera menjepit pipa lalu melakukan perbaikan. Tak sampai 24 jam, gas dapat mengalir kembali secara normal,” terus Riza.
Apakah selama proses perbaikan itu, pasokan gas ke konsumen jadi terganggu? “Hanya yang tersambung dengan pipa yang putus itu saja. Sementara konsumen yang lain tetap dapat menikmati gas seperti biasa,” jelas Riza Fahri lagi.
Dampak Nyata di Masyarakat
Sugiyem mengaku sangat puas dan senang menggunakan jargas. Tak ada lagi masalah gas habis. Ia juga tak ragu lagi menerima orderan jam berapapun. Karena ketersediaan gas melalui jargas PGN yang pasti.
“Dulu, yang repot itu kalau pas malam-malam gasnya habis. Saya lagi masak, orang laki nggak ada di rumah,” kenang ibu dari enam anak ini.
“Saya nggak bisa memasang gasnya,” terusnya sambil tertawa malu.
Kini, setelah menggunakan jargas dari PGN, ia merasa lebih tenang. Apalagi teknisi PGN siap dipanggil kapan saja untuk mengatasi masalah pelanggan seperti dirinya.
Sementara Yusrizal, mengaku pernah mengalami lonjakan tagihan. Saat hal itu dikeluhkan ke pihak PGN, ia senang karena PGN segera mencarikan solusi.
“Setelah ditelusuri, ternyata ada pipa yang bocor. Makanya tagihan kami jadi membengkak. Setelah masalah ini diatasi, tagihan kami kembali normal,” katanya.
Ali Basyah (51) yang tinggal di Jalan Pepaya Pangkalankerinci, juga langsung setuju menjadi pelanggan jargas saat ada sosialisasi dari pihak RT. Pedagang mie aceh dengan enam aggota keluarga ini, sebelumnya menggunakan gas elpiji 3 kg untuk keperluan rumah tangga. Rata-rata ia menghabiskan dua tabung perbulan.
“Kalau dulu, masalah saya muncul kalau gas habis. Kadang mencarinya susah atau stoknya lagi kosong di pangkalan. Sekarang sudah tidak lagi,” katanya.
Tantangan Lapangan
Walaupun banyak yang merasa puas dengan layanan yang diberikan PGN, namun kenyataannya masih saja ada pelanggan yang mengeluh. Yang paling sering dikeluhkan adalah soal tagihan. PGN menetapkan harga Rp70.000/10 kubik gas. Rata-rata pemakaian pelanggan di Pelalawan sebesar 10-20 meter kubik perbulan. Warga akan membayar sesuai yang mereka pakai.
Selain itu, warga juga banyak yang belum paham dengan gas yang dialirkan lewat pipa, sehingga khawatir gas akan mudah meledak.
“Padahal kalau ada kebocoran, gas akan dengan cepat terurai di udara bebas. Jadi sebenarnya lebih aman pakai jargas dibandingkan tabung,” kata Charly.
Pihak PGN sebenarnya sudah memasang flyer sosialisasi penggunaan jargas dan petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilakukan bila terindikasi terjadinya kebocoran pipa. Di flyer itu, juga ada nomor kontak yang bisa dihubungi kapan saja bila pelanggan mendapatkan kendala.

Karena ketidakpahaman ini, banyak juga pelanggan jargas di Pangkalankerinci yang berhenti. Tidak sedikit pula yang meninggalkan utang karena tagihannya belum dibayar. Untuk pelanggan bandel seperti ini, PGN memutuskan meteran di rumah yang bersangkutan.
Bila saat awal ada 3.712 SR di dua kelurahan itu, hingga Agustus 2025 lalu tinggal 2.300 pelanggan aktif. Artinya ada sekitar 38 persen pelanggan yang mengundurkan diri.
Fenomena penurunan jumlah pelanggan ini diakui pihak PGN terjadi tidak hanya di Pangkalankerinci, melainkan juga di daerah lain. Kembali lagi, hal ini antara lain disebabkan kurang pahamnya masyarakat dengan manfaat lebih jargas dibandingkan gas melon.
Walaupun demikian, PGN tetap memiliki target peningkatan jumlah pelanggan dari tahun ke tahun. Seperti tahun ini, PGN menargetkan penambahan pelanggan 1.250 SR baru. Di Kota Pangkalankerinci sendiri, jaringan pipa gas PGN belum mencakup seluruh kelurahan. Selama dua tahun operasionalnya, jargas di Pelalawan baru mencakup dua kelurahan, yaitu Pangkalankerinci Timur dan Kerinci Kota. Di kedua kelurahan itupun, belum semua warga menggunakan jargas.
Secara nasional, pemerintah juga sedang gencar menyosialisasikan jargas kepada masyarakat dengan menggelar kegiatan City Gas Tour 2025 di berbagai kota di Indonesia, termasuk di Pekanbaru dan Dumai pada 19 September 2025 lalu.
Sementara sehari sebelumnya, Kamis (18/09/2025), di Jakarta, Bupati Pelalawan H. Zukri, SM., MM menghadiri sekaligus menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dikutip dari situs resmi Ditjen Migas Kementerian ESDM Indonesia, penandatanganan ini melibatkan 14 bupati dan wali kota lainnya sebagai langkah awal pelaksanaan pembangunan infrastruktur jargas tahun anggaran 2025–2026.
MoU ini menjadi tonggak penting dalam koordinasi pelaksanaan pembangunan jargas yang akan dibangun di 15 kabupaten/kota dengan target total 115.264 sambungan rumah (SR). Kabupaten Pelalawan sendiri mendapatkan alokasi sebanyak 3.076 SR, dengan konstruksi dijadwalkan dimulai November 2025.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Laode Sulaiman menyatakan bahwa MoU ini berfungsi untuk memperlancar proses perizinan di daerah dan memperkuat koordinasi antara Ditjen Migas dan pemerintah daerah guna menghindari hambatan selama pelaksanaan proyek hingga operasi jaringan.
“Penggunaan gas bumi melalui jaringan pipa jauh lebih ekonomis dibandingkan sumber energi lain. Saya sendiri pengguna jargas, meski menggunakan tarif tertinggi, tetap lebih murah dibandingkan biaya energi sebelumnya,” ujar Laode.
Sementara Charly menambahkan, pemanfaatan gas bumi bukan hanya soal ketersediaan energi, tetapi juga efisiensi negara.
“Dengan gas bumi, kita bisa mengurangi impor LPG, mengurangi beban subsidi APBN, sekaligus mendukung transisi energi berkelanjutan,” jelas Charly.
Program pembangunan jargas ini merupakan salah satu prioritas Kementerian ESDM dengan target mencapai 1 juta sambungan rumah di seluruh Indonesia. Laode juga menyampaikan apresiasi atas dukungan para kepala daerah terkait, mengajak semua pihak bersama-sama memanfaatkan sumber daya gas bumi untuk kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Sementara Bupati H. Zukri menyatakan dalam rilisnya bahwa pemkab berkomitmen agar masyarakat dapat menikmati manfaat gas secara langsung.
“Pemanfaatan gas rumah tangga jauh lebih hemat, praktis, dan aman dibandingkan penggunaan tabung LPG konvensional. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang beralih ke gas jaringan, ketergantungan pada gas impor dapat dikurangi sehingga anggaran negara bisa dialihkan untuk kebutuhan lain. Saya ingin masyarakat Pelalawan tidak lagi kesulitan membeli tabung gas, karena gas jaringan lebih murah, praktis, dan nyala apinya pun bagus,” katanya.
Dengan langkah strategis ini, Kabupaten Pelalawan diharapkan dapat mempercepat akses energi bersih dan terjangkau bagi warganya, sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan di daerah.
Mengapa Pelalawan Punya Jargas?
Ternyata kabupaten itu, selain kelapa sawit, juga menghasilkan gas alam. Uniknya, gas alam ini ditemukan secara tidak sengaja pada era 1970-1980-an, saat perusahaan swasta mencari minyak bumi di daerah itu. Saat pengeboran dilakukan di Lapangan Langgam, mereka menemukan kandungan gas alam di beberapa sumur dalam jumlah yang signifikan. Namun karena masih dianggap hasil sampingan belaka dan infrastruktur yang belum mendukung, temuan ini tidak terlalu diseriusi. Gas yang keluar itu hanya dibakar (flaring) karena alasan keamanan.
Pada tahun 1990-an, kajian yang lebih serius dan studi kelayakan tentang potensi gas di Lapangan Langgam mulai dilakukan oleh sejumlah konsorsium perusahaan migas.
Langgam termasuk lapangan gas skala menengah. Produksinya di kisaran 10-15 MMSCFD (million standard cubic feet per day). Cadangan awalnya sekitar ratusan billion cubic feet (BCF), yang cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik Riau.
Awalnya, gas alam dari Lapangan Langgam dipasok untuk pembangkit listrik lokal dan kebutuhan industri di sekitar Pelalawan dan Pekanbaru.
Pada tahun 2000-an, Pemerintah Indonesia mulai mendorong diversifikasi energi. Gas bumi dipandang lebih bersih, murah dan aman dibandingkan minyak tanah ataupun LPG. Pelalawan menjadi salah satu daerah yang dianggap potensial karena punya sumber gas yang dekat dengan pemukiman masyarakat. Mulailah muncul wacana program jargas.
Tahun 2010-an, Kementerian ESDM, Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Pertamina Gas dan PGN, mulai membangun infrastruktur jargas. Pipa-pipa gas ditanam di wilayah padat penduduk, khususnya di Kecamatan Pangkalankerinci. Program ini sejalan dengan kebijakan energi nasional untuk mengurangi subsidi LPG dan memperluas pemanfaatan gas domestik.
Gas dari Lapangan Langgam yang semula mengalir ke pipa-pipa transmisi industri kemudian dibelokkan sebagian melalui jaringan distribusi lokal. Dengan dukungan pemerintah daerah, terutama Kabupaten Pelalawan dan Kota Pekanbaru, ribuan sambungan rumah tangga dipasang sejak tahun-tahun pertama proyek Jargas diluncurkan di Riau.
Model pemanfaatannya sederhana, tetapi dampaknya besar. Jika dulu masyarakat harus membeli tabung LPG 3 kg atau 12 kg, kini mereka hanya perlu membuka kran kompor yang tersambung langsung dengan pipa gas bawah tanah.
Dengan kemandirian energi lokal, masyarakat Pelalawan boleh berbangga, karena gas yang mengalir langsung ke dapur mereka, adalah produk dalam negeri, bahkan dalam kabupaten mereka sendiri, disedot dari bumi mereka sendiri, untuk kemaslahatan masyarakat Pelalawan sendiri.***(fitri mayani)
keterangan foto:
foto utama: Sugiyem di depan lemari kaca tempat ia memajang makanan ringan yang ia produksi
foto 2: Riza Fahri, teknisi Jargas PGN menunjukkan instalasi pipa dimana odor diinjeksikan secara berkala ke dalam gas sebelum dialirkan ke rumah masyarakat.
foto 3: Yusrizal, salah seorang pelanggan jargas menunjukkan flyer sosialisasi dari PGN.