Riauterkini-PEKANBARU Provinsi Riau memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dan harus dikelola secara bijaksana, sehingga memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan kehidupan. Demikian disampaikan Gubernur Riau Syamsuar, melalui Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Restorasi Gambut dan Perhutanan Sosial, Febrian Swanda sekaligus membuka acara Lokakarya Penutupan Proyek dan Dialog Kebijakan, Kamis (8/6/23) yang digelar Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR-ICRAF) bersama Pusat Studi Bencana Universitas Riau dan Sedagho Siak.
Pengelolaan sumber daya alam yang tidak bijaksana, lanjutnya, justru akan menimbulkan berbagai bencana lingkungan, seperti Karhutla, kekeringan, banjir dan fenomena perubahan iklim yang mengancam kehidupan kita semua.
Pemprov Riau berharap kegiatan tersebut bisa menjadi wadah bersama untuk berkolaborasi dan bersinergi, tetap harmonis dan selaras dengan instrumen perencanaan pembangunan daerah di Provinsi Riau yang telah berpedoman pada kebijakan pembangunan di tingkat nasional.
“Dengan demikian kegiatan yang direncanakan dapat memberi manfaat seoptimal mungkin bagi perbaikan kehidupan masyarakat secara nyata di daerah ini,” tambahnya.
Lokakarya Penutupan Proyek dan Dialog Kebijakan dengan tema Pencegahan kebakaran Hutan dan Lahan Melalui Restorasi Gambut dan Pengembangan Model Bisnis Hijau Berbasis Masyarakat di Pekanbaru merupakan bagian dari riset aksi partisipatif pencegahan Karhutla dan restorasi gambut berbasis masyarakat di Kampung Kayu Ara Permai dan Penyengat, Kabupaten Siak.
Dalam sambutannya, Deputy Country Director & Senior Scientist CIFOR-ICRAF Indonesia Country Programme yang juga Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof Dr Herry Purnomo, menyampaikan bahwa tahun ini merupakan tahun yang cukup menantang karena adanya fenomena el nino yang memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
“Saya rasa ada usaha yang luar biasa dari pemerintah, dari private sector dari kawan-kawan LSM maupun akademisi maupun masyarakat dari Kayu Ara Permai dan Penyengat, semuanya berusaha untuk mencegah kebakaran lahan, maka tahun ini akan diuji apakah usaha kita cukup efektif, atau kita akan kembali lagi ke 2015 atau 2019,” kata Herry.
Menurut dia tahun politik saat ini juga ikut memengaruhi tingkat kebakaran lahan dan hutan.
“Salah satu penelitian saya juga mengatakan ketika tahun politik, kebakaran jadi lebih meningkat,” katanya seraya menjelas bahwa hal ini disebabkan karena pihak-pihak terkait mulai disibukkan dengan jalannya kontestasi sehingga kurang memprioritaskan penangangan Karhutla.
“Penelitian saya menyatakan kecendrungan (Karhutla) meningkat satu tahun sebelum Pemilu di seluruh Sumatera dan Kalimantan," ujar Herry.
“Berkali-kali saya mengatakan bahwa kebakaran lahan dan hutan bukan hanya taggung jawab LHK, bukan hanya tanggung jawab Kementerian Pertanian, tapi juga tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri yang menjadi penanggung jawab utama dari Pilkada,” katanya lagi.
Masih disampaikan Herry, sejak dimulai dari 2021, ada tiga hasil utama yang didapat dalam riset aksi partisipatif di Kampung Kayu Ara Permai dan Penyengat, Kabupaten Siak
Pertama adalah aksi di lapangan, di antaranya adalah pembuat embung, menyekat kanal serta menanam berbagai tanaman yang cocok di lahan gambut.
“Kita ingin menggabungkan pembasahan gambut, menyekat serta pengembangan bisnis, jadi mengembangkan bisnis yang sejalan dengan pencegahan kebakaran di lahan gambut, seperti apa itu kita diskusikan di level tapak,” ujar Herry.
Yang kedua adalah pembuatan perangkat dan yang ketiga adalah melakukan dialog pada level desa, level kecamatan kabupaten dan provinsi,
Herry berharap apa yang telah dikerjakan selama ini bisa memberikan kontribusi dalam pencegahan kebakaran lahan dan hutan di tahun 2023 seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Deputi Bidang Kontruksi, Operasi Dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Tris Raditian mengatakan perlunya melibatkan masyarakat dalam pencegahan Karhutla.
“Sebagian besar aktivitas restorasi gambut yang dikerjakan BRGM melibatkan partisipasi aktif masyarakat, membuat masyarakat sadar dan merasa memiliki lahan gambut yang ada disekitarnya dan melakukan praktik-praktik yang ramah gambut, mendorong upaya berbagi air serta memberi peran dalam pembangunan konstruksi hingga pemeliharaan infrastruktur secara kontinu,” kata Tris secara daring.
Menurutnya, masyarakat sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari ekosistem lahan gambut tentu menjadi ujung tombak yang perlu dilibatkan dalam kegiatan restorasi gambut dan aktivitas lainnya yang ramah gambut.*(H-we)