
Riauterkini - PEKANBARU - Inovasi bahan bakar buatan anak negeri bernama Bobibos (Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos) tengah menjadi sorotan publik. Pakar energi Universitas Islam Riau, Ira Herawati mengatakan Bobibos merupakan angin segar bagi pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia. Namun, ia menilai inovasi ini tetap memerlukan pembuktian lebih lanjut oleh lembaga yang kredibel, sebelum bisa betul-betul menggantikan sumber energi yang sudah ada.
"Karena jangan-jangan justru lebih besar pula ini ongkosnya atau mungkin after effect-nya. Mungkin untuk jangka pendek bisa menjawab, tapi jangka panjang setelah itu, seperti apa? Jadi saya pikir ini sesuatu hal yang angin segar, yang perlu diberi ruang untuk apresiasi, tapi juga memang perlu pembuktian lebih lanjut," kata Ira dalam Diskusi Satu Tahun Kabinet Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi di Pekanbaru, Riau, Jumat (14/11/25).
Diklaim sebagai bahan bakar alternatif berbasis limbah jerami dengan memiliki RON 98, Ira menyebut untuk suatu produk, apalagi menyangkut kebutuhan energi orang banyak, tidak boleh hanya dinilai bagus saja. Namun, produk itu juga harus baik juga saat digunakan sehingga tidak menimbulkan efek samping.
Ia menilai langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang saat ini sedang melakukan uji laboratorium Bobibos sudah tepat. Sebab setelah uji lab selesai, produk akan memiliki hak paten dan bisa aman saat dijual ke masyarakat. "(Uji lab) ini bukan tidak mematahkan ya semangat anak bangsa untuk berkontribusi secara penelitian, penemuan, dan segala macam. Itu kita perlu bantu apresiasi, memberikan paten yang bagus kepada mereka," ucap Ira.
Senada dengan Ira, ekonom dari Universitas Persada Bunda Indonesia Riyadi Mustofa juga menyambut baik inovasi energi yang muncul di masyarakat seperti Bobibos yang kini menjadi perbincangan. Meski begitu, Riyadi mengingatkan Bobibos perlu melalui berbagai tahapan uji coba sebelum akhirnya bisa dijual secara umum ke masyarakat. Ia menekankan pentingnya uji lab dari lembaga terkait seperti Kementerian ESDM untuk membuktikan klaim yang ada saat ini.
"Kalau sudah komersial, sudah memiliki nilai ekonomis, ya (Bobibos) harus diurus izinnya, harus ada izin operasional, tata cara pembuatannya, izin edar. Karena itu barang dijual," ujar Riyadi.
Riyadi menjelaskan bahwa pengembangan energi alternatif merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mengurangi ketergantungan impor energi. Ia meyakini bahwa riset yang memadai akan membuat inovasi seperti Bobibos memiliki nilai ekonomi sekaligus nilai keberlanjutan. Jika uji laboratorium menunjukkan hasil positif, bahan bakar alternatif tersebut dapat menjadi pilihan bagi masyarakat.
Namun sebelum mencapai tahap komersialisasi dan pengujian di Kementerian ESDM, sambung Riyadi, Bobibos juga perlu mengurus izin di Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Perdagangan. Sebab, Bobibos perlu mengantongi sertifikat, uji lab, dan izin operasional agar masyarakat aman saat menggunakannya.
"Ya sebaiknya memang kita taat aturan. Ketika taat aturan, kalau terjadi sesuatu, kita sudah ikut rule. Kalau bermasalah dengan hukum, kita sudah ikuti aturan," tegasnya.
Sementara itu, pakar komunikasi publik Universitas Riau (Unri), Chelsy Yesicha, menilai Bobibos merupakan bagian dari kreativitas publik dalam memenuhi kebutuhan energi alternatif. Ia menyebut pemerintah perlu merangkul penemuan ini karena sejalan dengan tujuan pemerintahan menciptakan swasembada energi yang termasuk dalam Astacita Prabowo-Gibran. “Saya rasa diberikan ruang di rangkul. Karena itu kan salah satu usaha kedaulatan tadi. Mungkin bisa diberikan literasi,” ujarnya.
Meski begitu, Chelsy dengan tegas mengingatkan bahwa inovasi energi tidak boleh langsung dipasarkan tanpa melalui prosedur ilmiah. Ia menolak jika Bobibos dijual bebas sebelum penelitian komprehensif dilakukan.
“Kalau dipasarkan (tanpa uji lab) saya rasa tidak setuju. Karena kalau ada efek-efek yang negatif, bagaimana? Memang beberapa orang itu kan kadang membeli berdasarkan keyakinannya,” katanya.
Dikenal sebagai bahan bakar alternatif berbasis limbah jerami dengan klaim memiliki RON 98, Bobibos disebut-sebut dapat menjadi solusi energi ramah lingkungan dan membuka peluang ekonomi baru di pedesaan. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun angkat bicara terkait Bobibos. Bahlil menegaskan, pemerintah belum dapat memberikan penilaian terhadap Bobibos sebelum hasil kajian teknis dan uji laboratorium lengkap diperoleh. “Kita pelajari dulu ya, kita pelajari dulu,” ujar Menteri Bahlil singkat saat ditemui usai rapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Selasa (11/11/25).***(Arl)